
SEJARAH DESA PALAMBA
Dalam tutur masyarakat, penduduk daerah ini sebenarnya dahulu berasal dari tiga pemukiman tua di Minahasa. Palamba, Temboan dan Rumbia. Roong(kampung) Palamba kini diyakini merupakan pemukiman paling tua di Langowan. Salah satu bukti, sejumlah situs sejarah seperti Waruga (makam tua yang hanya bisa ditemui di Minahasa) dan penanda-penanda kehidupan awal di roong tersebut yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. "Data-data yang ada di desa-desa di Langowan kini menyebutkan,Roong Palamba telah ditempati sejak tahun 1500an. Tapi ia nanti berdiri menjadi sebuah negeri yang dipimpin seorang Tonaas (Pemimpin negeri) pada tahun 1600-an. Sejarah kampung-kampung kita di Langowan merujuk dari daerah sana (Palamba) sebagai awal leluhur kita, sebelum tumani (pindah, menyebar dan mendirikan pemukiman baru) dan mendirikan pemukiman-pemukiman di pusat Langowan sekarang," ujar Yonatan Kembuan, tou (orang) Minahasa asal Roong Lowian, Langowan, yang aktif di gerakan budaya Mawale Culture Center. Berbagai kisah di masyarakat menyebutkan, Roong Palamba adalah salah satu tempat yang telah dihuni pasca peristiwa "pembagian"di Watu Pinawetengan. Situs sejarah di Minahasa yang menjadi tempat pembagian wilayah awohan wilayah tempat tinggal, garapan dan perburuan.
Desa Palamba adalah salah satu dari 10 desa di Langowan Selatan, yang terletak 16 KM dari kota Langowan. Desa ini merupakan salah satu desa tertua di Minahasa. Ini dibuktikan dengan adanya waruga Toar Lumimuut yang ada sampai sekarang. pada sekitar abad XVI bada saat keturunan Toar Lumimuut membagi kelompok untuk menyebar ke seluruh tanah Minahasa, di Pinabetengan, maka yang lain menuju ke utara, barat serta timur dan menuju ke selatan. Kelompok yang mengambil keputusan menuju ke selatan, tiba di suatu tempat yang menurut mereka sangat baik untuk tinggal dan menetap. Itulah desa yang kini bernama Desa Palamba. Kehidupan mereka pada waktu itu tidak tentram, karena mereka terancam oleh orang-orang mangindanu, kemudian mereka mereka mengambil keputusan untuk mengungsi atau pergi ke tempat aman yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka semula yang sekarang ini bernama "Tokarangka". Tapi rupanya mereka juga tidak bertahan lama di tempat pengungsian itu, lalu mereka kembali lagi ke tempat semula yang bernama "Loilongwatu". Pada waktu itu, mereka mendirikan gubuk-gubuk yang atap dan dindingnya terbuat dari daun enau atau rotan yang disebut "Palapa". Dari kata itulah tempat tersebut lama-kelamaan dinamakan "Palapa" yang hingga saat ini berubah nama menjadi nama desa, dan sejak tahun 1900, desa ini diperintah oleh Hukum Tua yang sebelumnya diperintah oleh Tonaas yang kepemimpinannya berlangsung selama 2 Periode. setelah itu, kepemimpinan ini dikepalai oleh Kepala Balak yang bernama "Piay" dan selanjutnya sampai sekarang disebut "Hukum Tua".

